Sabtu, 22 Maret 2008

Ansteckend

Penggabungan tema Dance United dengan desain Robot (Sci-fi)....menghasilkan buah karya yang bisa dikoleksi utuk para desainer
via : Forum Ravelex.net

Sabtu, 15 Maret 2008

Flyer Design

Phunktion #28 2006
Design By LAWRENCE
Via : Forum ravelex.net

Illustration Digital

VARIOUS // Digital Illustrations
CURIOSITY ART SHOW 2006 // Poster Series
NTURE TODAY // Poster Series
DANCE // Poster
Digital Kitchen - Toyota Boards // Design & Illustration.
VIA : www.albertocerriteno.com

Kamis, 13 Maret 2008

POSTERS CD DESIGN ILLUSTRATION

via : www.colingordon.com

illustration From Jogja

Stevo 2D
This mural is no longer exist due to May 27th earthquake
Vector illustration for fun
Via: www.indieguerillas.com

Jumat, 07 Maret 2008

Warna-warni Grafiti Mengepung Kota

Setiap hari, tiap kali menempuh ruas jalan di Jakarta, sekali waktu mata Anda mungkin pernah tergoda memerhatikan warna-warni coretan cat semprot yang menempel di dinding kosong, halte, tiang listrik, dinding seng, hingga badan bus metro mini.
Bunyinya bisa macam-macam, mulai dari sekadar nama sebuah sekolah penguasa jalur sepanjang rute bus, tuntutan kepada pemerintah, hingga tulisan-dilengkapi gambar-dengan desain dan komposisi warna yang rumit.
Goresan itu terbagi dua yaitu grafiti (coretan) dan mural (lukisan). Kehadirannya pun punya dua makna, memperindah atau malah dianggap mengotori pemandangan. Buktinya, lukisan mural karya para perupa dalam ajang Jak@rt lima tahun lalu justru dihapus Pemda DKI Jakarta.
Sebaliknya di Yogyakarta, kedua karya itu justru jadi bagian tak terpisahkan dari kota itu. "Yogyakarta harus diakui sebagai tempat tumbuh kembang grafiti dan mural. Di sana jauh lebih berkembang dibandingkan kota-kota lain," ujar Ing, salah satu pentolan grafiti Bandung yang juga pemilik distro Wadezig. Sementara itu, di Jakarta selama menyusuri ruas jalan Jakarta, saya mencatat setidaknya ada beberapa seniman grafiti yang rajin ngebom atau membuat karya mereka di seantero tembok kusam Ibu Kota.
Sebut saja Darbotz alias Darma Adhitia, pendiri TembokBomber.com yang lebih suka disebut sebagai street artist daripada artis grafiti, karena dia tidak hanya berkarya dengan cat semprot, tapi juga dengan cat biasa dan sticker. Terkenal dengan karakter 'cumi' yang menghiasi jalan-jalan di Jabotabek, misinya adalah untuk membuat karakternya terkenal menjadi sebuah brand.
Ada Toter Crew, diperkuat Kicky dan Wormo pada pertengahan 2002. Toter atau Total Teror, berasal dari kata gaul Malaysia, berarti mantap. Toter mulai berkreasi di jalanan sejak 2004. Keduanya percaya bahwa grafiti jalanan bukanlah perusakan, dan jalanan adalah sebuah galeri yang besar dan bebas.
Pada saat masih belajar ngebom di jalan-jalan Jakarta, mereka bergabung dengan TembokBomber. Sekarang keduanya bekerja sebagai desain grafis paruh waktu. Ada pula Tutu alias Age yang termasuk senior dunia seni Jakarta. Ketika stensil belum ada, kita bisa temukan hasil karya stensilnya berupa karakter beruang Winnie the Pooh & wajah misterius di bemo dan bajaj di Kemang, daerah kekuasaan Tutu. Saat ini dia bekerja sebagai 3D Animator di SpatLab dan Animagic. Baginya, street art adalah cara untuk menunjukkan kritik sosial.
Lalu ada Modern Crew, alias Echo. Sejak demam seni grafiti mulai melanda Jakarta pada 1997, seniman ini dikenal memiliki teknik pewarnaan yang sangat bagus. Dengan karyanya, dia selalu mencoba untuk menciptakan sesuatu yang lebih dari sekadar ekspresi. Begitu pula Kims atau Prianggadhi Angga yang memulai grafiti sejak 1998. Lima tahun kemudian, bersama dua temannya membentuk Fat Crew, tapi akhir-akhir ini Kims berkreasi sendiri dan tidak memakai tag Fat Crew lagi.
Ada juga Ones, salah satu Artcoholic Crew. Mahasiswa InterStudi ini telah melakukan grafiti lebih dari lima tahun. Karya-karyanya banyak mengandung pesan kepada publik bahwa grafiti bukan kejahatan atau perusakan. Lalu, Graver, anggota Mase Crew yang terbentuk dua tahun lalu dan punya cita-cita meningkatkan dunia grafiti di Indonesia dan dapat menjadi salah satu legendaris grafiti.
Salah satu srikandi di dunia ini adalah The Slyndicates alias Sanchia. Termasuk pendatang baru di komunitas desain grafis Jakarta.
Perempuan ini dikenal dengan ilustrasi dan karakter desainnya yang aneh, sebuah media di mana dia menemukan kebahagiaan dalam menuangkan emosi di tembok. Nama-nama mereka terdengar aneh di kuping. Maklum, seni yang mula-mula berkembang di tembok makam kuno atau rusak ini lalu jadi penanda kekuasaan gang sejak dimulainya urbanisasi besar-besaran di berbagai daerah di AS.
Dalam dunia grafiti, tanda ini dikenal sebagai tag, namun mendekati akhir abad ke-20, tag tidak berhubungan lagi dengan gang dan mulai diberlakukan seperti tanda tangan. Tag, seperti nama samaran, kadang dipilih untuk merefleksikan beberapa kualitas dari si pembuat (writer). Tagging dipopulerkan seniman Hobos dan dengan bantuan media dan musik rap; sehingga ditiru di seluruh dunia.
Butuh nyali Sebagai aktivitas yang rentan disebut pengganggu ketertiban, selain para seniman grafiti dituntut punya kreativitas dan teknik yang tinggi, mereka juga diwajibkan punya nyali lebih kalau sewaktu-waktu digertak petugas.
Lebih sial lagi kalau kemudian mereka kemudian sampai harus masuk bui gara-gara terkena pasal-pasal vandalisme akibat aktivitas coreng-moreng di dinding Ibu Kota itu. "Tapi akhir-akhir ini kami udah jarang ngejar-ngejar mereka [pembuat grafiti] kayak dulu. Soalnya karya mereka sekarang bagus-bagus. Justru yang mengotori pemandangan itu iklan," ujar Udin, petugas Tramtib yang ditemui Bisnis di persimpangan Slipi. Toh meski mulai 'aman', para pembuat grafiti di Jakarta tetap saja punya keinginan untuk membuat grafiti di posisi yang menantang. Misalnya tempat yang susah di jangkau di tiang jalan layang yang tinggi. Selain menaikkan pamor, juga untuk memperoleh hasil yang terbaik. "Tapi pernah juga sih kita dilaporin Tramtib ke polisi waktu ngebom [bikin grafiti] di Pondok Indah. Tapi nggak sampai harus masuk penjara. Cuma disuruh ngecat dan bikin surat perjanjian nggak akan ngebom lagi," kenang personel Toter, Wormo. Jebolan Limkokwing Institute Creative of Technology (LICT) Malaysia itu dalam sebulan bisa dua atau tiga kali ngebom dengan sedikitnya enam kaleng cat semprot di tempat-tempat yang menantang dan tidak dipikirkan orang lain.
Selain bermodalkan senjata tradisional cat kaleng semprot atau stensil di tempel, ada pula yang fanatik menggunakan teknik Wheat Pasting atau Paste - Up yang biasa dikerjakan oleh The Slyndicates. "Caranya gambar, terus di fotokopi perbesar sebesar-besarnya, gunting lantas ditempel di mana saja menggunakan lem fox campur air. Budgetnya sih tergantung mau nempel berapa banyak, tapi modalnya kira-kira Rp200.000-an," tutur dia.
Jebolan Swinburne National Institute of Design, Melbourne, Australia, dan Amsterdam Instituut Voor Schilderkunst (AIS) itu mengaku menggunakan teknik itu karena kurang percaya diri dengan penggunaan cat semprot. Hanya saja, lanjut dia, teknik ini punya kekurangan tak tahan lama dan sangat mudah rusak jika tersiram air hujan atau lapuk oleh kelembaban. Toh, apapun teknik yang dipakai para penggiat grafiti di tanah air, nasib mereka jelas lebih bagus dibandingkan kawan-kawan mereka di luar negeri.
Sebut saja pentolan grafiti internasional asal New York , Ewok-sempat datang ke Jakarta bulan lalu-yang sudah delapan kali masuk bui karena grafiti dari 1993 hingga 2001. Dengan kondisi ini, tak heran setiap hari akan makin mudah saja kita temui grafiti baru di sudut kota Jakarta dan warna-warni indah itu serasa makin mengepung kita.
Oleh Algooth Putranto Wartawan Bisnis Indonesia (algooth.putranto@bisnis.co.id)